Saturday, September 14, 2013

Estetikasisasi*

Baru saja malam ini saya dan ayah tercinta pergi makan ke salah satu restoran kwetiau (kwetiaw or kuetyaw?) terkenal di Kelapa Gading. Sebut saja namanya kwetiau A. Lalu dibelakang huruf A ada -kang-nya (lah ketauan dong namanya cyiiin).

Dalam rangka iseng2 plus sok eksis pengen nambah posting di social media, saya fotolah kwetiau goreng yg dimasak dengan arang tersebut. Inilah hasil jepretan saya. TARAAA!!!

Sehabis jepret kwetiaw dalam tiga kali shot, saya berminat untuk langsung update di Path, tapi kok rasanya aneh ya... ke restoran, makanan dateng malah foto dulu trus kudu lapor ke orang2. Jadi saya urungkan niat saya karena perasaan ga penting2 amet toh apa yg saya makan. 
This world doesn't evolve around me gitu loh. Walhasil saya makan dulu lah. Sambil menjauhkan diri dari hape selama makan. I think it's a bad habit to continue checking your cellphone during dinner time - and I admit that I need to stop that bad habit.

Sesampainya di rumah, langsung menikmati weekend ini dengan leha-leha browsing di hape, lantas saya sudah siap mengupload foto. Pilihannya mau upload di Instagram atau Path. Lantas setelah banyak pertimbangan (apa juga yg ditimbang ya oom?), hati saya memilih untuk ngepost di Instagram. Setelah pilih foto, ngecrop dan tambah filter, saya merasa tidak puas dengan foto yg saya ambil. Tapi saudara2 boleh percaya boleh tidak, kesalahan bukan terletak pada fotografer (saya sendiri) ataupun pada kamera (henpon baru nih cuy *sombong dikit dong*). Rasanya ada yang kurang dalam foto ini.

Setelah dikilik-kilik (bahasa apaan sih ini?) dan perenungan secara mendalam, menurut saya, yang kurang di foto di atas terletak pada penataan makanan di atas piring tersebut. Coba Anda perhatikan lagi gambar di atas. Mungkin kalo dibandingkan dengan istilah anak TK, seperti mewarnai di luar garis. Kalo istilah dandan, pake blush on di seluruh muka instead of pipi doang.  Bayangkan udang-udang berserakan di piring Anda. Ada yang di bawah, arah timur tenggara, selatan barat daya ga ada sih, intinya si mas koki langsung menaruh kwetiaw yang baru matang ke atas piring, tanpa memikirkan estetika penyajian dari makanan di piring tersebut. Mungkin banyak juga yang ga peduli tentang hal ini (kayanya cuma orang kurang kerjaan yang menghabiskan waktu buat ngeblog soal ini), tapi kalau Anda mau ngepost makanan di social media tapi ga ada nilai estetikanya, mending jangan deh ( mi opinian personal). Masih banyak postingan tetangga yang gambarnya lebih cakep-cakep dan bikin ngiler. 

Sebenarnya memang yang namanya makanan, ya bukan untuk difoto. Tujuan utamanya yang penting enak, tamu senang, dan lain kali dia kembali ke restoran tersebut. Tapi yaaa menurut saya ada nilai estetika dalam penyajiannya ga rugi kan? Kalo difoto cakep dan diupload ke social media, bikin orang-orang lain ngiler, kan lumayan tuh. Promosi gratis. Tul ga?

*Estetikasisasi: this word is not exist in real world.

No comments:

Post a Comment