Monday, November 30, 2009

Malabar

Hai semuanya, bosen ye awal post selalu dimulai dengan kata ‘hai’. Abisnya bingung mau mulai dari mana, seperti biasa, yang namanya memulai dan mengakhiri memang paling sulit (curhat colongan dah *sigh*).

Saya mau berbagi cerita (du ileh bahasanya standar banget hahaha). kemarin liburan panjang Idul Adha saya menginap di Malabar, Pangalengan. Bagi yang tidak tahu daerahnya dimana, tolong google sendiri, saya juga gak tau tepatnya itu daerah di mana hahahahaha yang jelas kalau tidak salah masih kabupaten bandung gituh. Jadi silahkan anda bayangkan sendiri rutenya. Dari Jakarta kurang lebih memakan waktu sekitar tiga jam untuk sampai ke penginapan tersebut.

Oh iya, sebagai catatan, ini merupakan kunjungan saya ke tiga kali ke Pangalengan, nginepnya di tempat yang sama-sama juga. Waktu awal-awal datang masih dijelaskan tentang sejarah daerah kebun teh Malabar ini, namun seiring dengan terlalu seringnya rombongan tur yang saya ikuti ini datang ke tempat ini, penjelasan sejarah tempat ini tidak dijelaskan lagi. jadi saya menulis berdasarkan ingatan saya. Semoga ingatan saya masih baik dan benar 

Nah, ada apa di sana? Hmmm… yang jelas, sejauh mata memandang, dari penginapan saya, yang saya lihat ialah hijau daun #suaraaa… dengarkanlah aku..#. hijau daun di sini maksudnya yah pohon-pohon. Terutama kebun teh, karena memang dari jaman penjajahan Belanda, daerah tersebut memang merupakan daerah penghasil teh. Pemilik perkebunan teh ini dulunya ialah si Bosscha. Pasti pernah denger dong nama Bosscha di buku sejarah? Hayo inget-inget lagi. kalo ga inget juga, tolong google lagi. (malu bertanya, serahkan pada google!). Bahkan si Bosscha ini dimakamkan di tengah-tengah kebun teh ini. Ini dia gambar makamnya:

Atap dari makamnya sih katanya berbentuk topi yang sering ia pakai. Makamnya so pasti teduh banget, dikelilingi pohon-pohon besar. Cocok buat nyanyi lagu hijau daun #suaraaaa dengarkanlah aku…#. (lah ada apa dengan otak gw hari ini, kebayangnya lagu ijo daun mulu hahahaha).

Di tempat menginap kami terdiri dari rumah induk yang katanya dulu milik Bosscha dan ada bangunan yang baru dibangun tahun 2000-an yang terdiri dari kamar-kamar yang disewakan ke pengunjung. Kalau untuk bangunan induk, hanya digunakan untuk menginap bagi orang-orang tertentu (keluarga Belanda mungkin?). sebelum terjadi gempa tasik tengah tahun ini, rumah induk tersebut masih digunakan sebagai ruang makan bagi para tamu. Namun ketika kemarin saya datang, bangunan rumah induk sudah retak dan sedang direnovasi.



Kegiatan yang paling umum pada saat berlibur di sini selain makan dan tidur (hawanya sejuk sangat mendukung mimpi indah) ialah tentunya muter-muter kebun teh. Biasa sih kami dipandu sama seorang bapak untuk menunjukkan harus lewat jalan yang mana. Di puncak kebun teh, ada sebuah gazebo yang menjadi puncak pendakian (cie ileh kaya ngedaki everest aje). Nah dari puncak situ bisa kelihatan deh pemandangan se-Malabar (yang ini masih bisa diperdebatkan hahahaha). Namun hati-hati kalau jalan-jalan di kebun teh ketika musim hujan, jalanannya licin. Ini dia pemandangan kebun teh-nya, walaupun kamera tidak bisa menangkap seluruh keindahan yang bisa ditangkap oleh mata saya (mungkin dengan kamera yang lebih bagus dan fotografer yang lebih handal bisa ya hahaha)

Setelah muter-muter kebun teh selama dua jam, ngapain lagi dong? ya terserah anda hahaha. mungkin pilihan kegiatannya tidak banyak, semua kembali ke anda sih. Anda bisa maen bola di rumput, ato maen layangan. Tapi paling enak menurut saya ialah pandangin aja itu pemandangan yang ada, sambil merenung dan bersyukur ala ‘bunga bakung di padang diberi keindahan, terlebih diriku dikasihi Tuhan’, maksud eke, betapa besarnya ciptaan Allah, kebun teh ga ada yang nyiramin aja bisa segini indah, apalagi kita manusia, pasti diberi lebih oleh-Nya. cie ileh uhuy….
Till then, sampai jumpa di perjalanan berikutnya….

No comments:

Post a Comment